Pada tulisan sebelumnya telah disampaikan pembahasan mengenai metode para misionaris Barat dalam memilih penduduk pribumi dan mengajarkan dasar-dasar ajaran Kristen. Juga telah disampaikan pembahasan mengenai pendirian berbagai lembaga keilmuan dan universitas di negara-negara Eropa dan Amerika yang bertujuan untuk mendidik para misionaris. Selanjutnya, mari kita simak karakteristik delegasi misionaris yang dikirim ke berbagai negara muslim tersebut.
Para misionaris Kristen yang dikirim oleh berbagai pusat keagamaan di Barat ke berbagai negara dunia ketiga, termasuk negara-negara Islam, bekerja secara sendiri-sendiri maupun berkelompok. Mereka memiliki tujuan yang berbeda-beda. Sebagian dari mereka bekerja untuk menarik perhatian penduduk setempat pada ajaran Al-Masih dan memberi pengajaran, sebagian untuk berdialog, dan sebagian lainnya datang untuk bekerja di pusat-pusat keilmuan dan pengajaran gereja-gereja.
Berkaitan dengan hal ini, meskipun tujuan asli mereka adalah menyebarkan agama Kristen, namun ada sekelompok misionaris datang dengan berbagai tujuan yang ditentukan oleh gereja dengan berkedok di balik berbagai profesi seperti dokter, insinyur, psikolog, dosen, pedagang, dan penasehat militer. Tentu saja ada pula kelompok misionaris yang datang secara terang-terangan sebagai pendakwah resmi agama Kristen. Berdakwah di balik kedok berbagai profesi merupakan metode yang paling banyak dipakai para misionaris. Dengan cara ini, mereka bisa menyampaikan ajaran Kristen tanpa perlu memberitahukan kepada penduduk pribumi mengenai tujuan asli mereka.
Salah satu delegasi misionaris yang bisa kita jadikan bahan pembahasan adalah delegasi misionaris Inggris yang dikirim ke Uganda. Menurut buku “Century of Christiating in Uganda”, anggota delegasi misionaris itu adalah Stephan Shergoldsmith, seorang perwira angkatan laut yang menjadi ketua delegasi ini; C.T. Wilson, seorang uskup lulusan Universitas Oxford; James Collyhust, seorang arsitektur; James Robertson, seorang petani; dan John Smith, seorang dokter. Anggota-anggota lain delegasi ini berprofesi sebagai insiyur teknik sipil dan ahli mekanik. Dalam komposisi ini, bisa terlihat bahwa anggota delegasi misionaris yang berprofesi sebagai ruhaniwan hanya satu orang. Namun demikian, semua anggota delegasi itu mengambil peran sesuai dengan profesinya masing-masing dalam kegiatan penyebaran agama Kristen.
Para misionaris itu, dengan menggunakan prinsip psikologis dan disiplin-disiplin ilmu lainnya berusaha menancapkan pengaruh mereka di hati penduduk pribumi dan dengan cara itu, mereka pun lalu menyebarkan ajaran Kristen. Bahkan di negara-negara muslim, para misionaris ini berusaha keras mempelajari ajaran Islam demi menarik perhatian penduduk. Salah satu contoh yang paling sering ditemui adalah dengan menggunakan ayat-ayat Al-Quran berkenaan dengan Nabi Isa as. Oleh para misionaris tersebut ayat-ayat ini dijadikan sebagai alat untuk memperkenalkan ajaran Kristen kepada penduduk. Al-Quran menyebut Al-Masih sebagai Ruhullah atau RuhTuhan.
Para misionaris dengan menunjukkan ayat-ayat ini dan menyebut nama Al-Quran berusaha untuk menarik perhatian penduduk pribumi. Kemudian mereka menyampaikan pandangan Kristiani tentang Isa Al-Masih dan syafaat yang dapat diberikannya kepada para pengikutnya sebagaimana disebutkan di dalam Al-Quran. Dengan demikian, tujuan mereka untuk menyampaian ajaran Kristen dilakukan dengan cara tidak langsung dan dengan mempengaruhi kepercayaan dan keyakinan kaum pribumi.
Karakteristik lain dari delegasi misionaris ini adalah upaya pengenalan mereka terhadap adat istiadat penduduk pribumi. Mereka mempelajari bahasa-bahasa pribumi sehingga dapat beinteraksi secara langsung dengan penduduk pribumi. Mereka juga mempelajari kebudayaan setempat agar bisa menarik perhatian para penduduk di sana dan kemudian memanfaatkan kelebihan dan kekurangan kebudayaan asli itu untuk menyebarkan ajaran mereka. Para misionaris ini melalui dialog dan interaksi langsung dengan penduduk setempat kemudian masuk dalam kehidupan pribadi mereka, menyelami rahasia kehidupan mereka, lalu memanfaatkannya demi mencapai tujuan misionaris.
Doktor Mustafa Khaledi dan Doktor A. Farukh, penulis buku “Misionaris dan Imperialisme” dengan menyebutkan berbagai contoh alasan-alasan pengiriman misionaris ke berbagai negara muslim menyatakan bahwa tujuan para misionaris itu bukanlah perbaikan kehidupan maknawi penduduk pribumi, melainkan merusak dan menjadikan kaum muslimin berada di bawah pengaruh dan kekuasaan mereka. Dalam salah satu bagian buku ini, disebutkan pula bahwa seorang misionaris bernama Roise di Tarablus barat pernah berkata, “Penyebaran ajaran Kristen di Tarablus sangatlah sulit. Setelah lima belas tahun berusaha, baru saya memahami bahwa satu-satunya cara untuk mengkristenkan bangsa ini adalah dengan mempengaruhi mereka dan mengubah kehidupan pribadi dan perilaku khusus mereka sehingga dengan cara ini kami bisa mencapai tujuan kami.”
Kardinal Lavigerie dan Charles De Foucauld melarang anggota delegasi misionarisnya menggunakan cara-cara langsung dalam menyebarkan ajaran Kristen, terutama bila berhadapan dengan kaum muslimin. Speer E. Robert, juga mengajarkan kepada para misionaris agar menjauhi pembahasan dan perdebatan dengan kaum muslimin dan memulai pekerjaan mereka dari poin-poin yang selaras dengan ajaran Islam.
Misionaris lainnya, J.H. Bavick, menghimbau agar para misionaris berhati-hati sehingga dalam pikiran para pribumi tidak tercipta gambaran bahwa para misionaris itu menganggap peradaban dan kebudayaan mereka lebih tinggi dari kebudayaan kaum pribumi.
Masalah ini juga disinggung oleh William Montgomery Watt dalam bukunya Muslim-Christian Encounter. Dia menulis:
“Para misionaris, sebagaimana orang Eropa lainnya, menganggap diri mereka lebih unggul daripada kaum pribumi. Dengan anggapan seperti ini, para misionaris secara gradual malah mencampuradukkan ajaran Kristen dengan keyakinan atas superioritas orang Eropa atau peradaban Barat.”
Dengan demikian kita dapat melihat bahwa demi tercapainya tujuan utama mereka, salahsatu metoda penyebaran agama kristen oleh para misionaris ini adalah dengan menciptakan perubahan dalam alam pikiran kelompok-kelompok yang menjadi sasaran mereka. Dalam kerangka ini, ajaran Kristen memperbolehkan mereka menggunakan segala cara yang diperlukan, termasuk juga di dalamnya menyelewengkan wahyu Tuhan (Bersambung).
Anda sedang menyimak SEJARAH GERAKAN MISIONARIS DI DUNIA ISLAM Bagian [5]
Simak Juga Bagian:
0 Komentar