“Organisasi Amerika yang bernama Pendeta-Pendeta Kristen Internasional yang bermarkas di Indianapolis telah mendidik lebih dari 4.500 misionaris yang bertujuan untuk mengkristenkan kaum muslimin di berbagai negara dunia. Organisasi ini meningkatkan aktivitasnya setelah kejadian 11 September. Masa penugasan para pendeta misionaris tersebut adalah enam tahun.”
Selama beberapa tahun terakhir, gerakan misionaris telah menghabiskan dana yang sangat besar untuk menyampaikan ajaran mereka demi melawan Islam. Dengan mendirikan berbagai pusat dan yayasan propaganda, mereka berusaha untuk menyampaikan pemikiran-pemikiran Kristen di berbagai penjuru dunia. Di antara negara-negara dunia, negara-negara Afrika memiliki tempat yang khusus dalam pandangan para misionaris. Kunjungan para pejabat tinggi gereja seperti Paus, ke benua Afrika selama dua dekade terakhir ini membuktikan posisi khusus tersebut.
Untuk menyebarkan ajaran Kristen ke negara-negara dunia, para misionaris melakukan berbagai usaha. Salahsatu di antara metode yang mereka gunakan adalah mengubah pengajaran Kristen dan menyesuaikannya dengan kebudayaan masyarakat pribumi. Metode seperti ini diungkapkan dalam sebuah buku berjudul “Re-thinking Mission” dan dianggap sebagai sesuatu hal yang diperbolehkan dalam penyebaran Kristen. Buku ini diterbitkan pada tahun 1932 oleh sebuah yayasan misionaris. Menurut buku ini, propaganda Kristen harus terus dilakukan, namun metode-metodenya harus diubah agar sesuai dengan perkembangan zaman.
Contoh pelaksanaan metode ini adalah mengenai masalah perkawinan. Sebagian mazhab Kristen di Eropa hanya mengizinkan monogami dan tidak memperbolehkan perceraian. Namun, di Afrika, mazhab Kristen tersebut mengubah ajaran mereka dengan mengizinkan kaum pribumi Afrika untuk menikahi lebih dari satu perempuan dan melakukan perceraian.
Lebih jauh lagi, para misionaris bahkan mengubah wajah Isa Al-Masih. Selama ini, Isa Al-Masih di Eropa digambarkan sebagai seorang kulit putih dan berambut pirang panjang. Namun, demi menyesuaikan dengan kebudayaan Afrika, di negara-negara Afrika mereka menggambarkan bahwa Isa Al-Masih seorang Ethiopia berkulit hitam dan berambut keriting.
Para misionaris dengan berbagai alasan, di antaranya ketakutan mendalam atas meluasnya pengaruh Islam di benua Afrika, memiliki dendam yang mendalam terhadap Islam dan kaum muslimin. Rasa dendam itu dimunculkan dalam berbagai bentuk. Sebagai contoh, mereka menggerakkan pribumi Kristen Afrika untuk memerangi kaum muslimin, sebagaimana terjadi di Uganda, Malawi, dan Tanzania. Dalam majalah dan buku-buku yang mereka terbitkan, mereka menggambarkan Islam dengan sangat buruk. Sebagai contoh, majalah Vision edisi Mei 1986, pada halaman pertamanya memasang foto Isa Al-Masih yang berwajah tenang dan melambaikan tangan penuh cinta yang disandingkan dengan foto seorang ruhaniwan muslim yang bertampang marah dan memegang sebilah pedang. Foto-foto yang diberi judul “Isa Al-Masih dan Islam” ini bertujuan untuk menanamkan gambaran dalam pikiran para pembaca bahwa Islam adalah agama yang kasar dan sebaliknya, Kristen adalah agama yang membawa perdamaian.
Nigeria adalah sebuah negara di bagian barat Afrika dan merupakan negara dengan penduduk muslim terbanyak di Afrika. Rakyat Nigeria, setelah berjuang dalam waktu lama untuk melawan para penjajah, akhirnya pada tahun 1960 berhasil meraih kemrdekaannya. Menurut catatan sejarah, Islam masuk ke negara ini sejak abad ke-8 melalui jalan perdagangan dan Islam berkembang pesat di utara negara ini. Pada tahun 1553, penjajah Inggris masuk ke negara ini bersama-sama dengan kelompok misionaris. Para misionaris inilah yang menjadi pelaksana politik Inggris di Nigeria. Lugard, penguasa Inggris di Nigeria, didampingi seorang misionaris bernama Miller merupakan pelaksana utama politik pengajaran kolonialis di negara ini.
Politik pengajaran Inggris di Nigeria memiliki tujuan-tujuan misionaris dan propaganda. Ketua kelompok misionaris Inggris menulis:
“Kami sejak saat ini menggunakan Injil sebagai salah satu buku pelajaran. Beberapa bagian di antaranya yang telah dipilih secara cermat, dijadikan bahan untuk latihan menulis para pelajar. Kami menganggap bahwa ini adalah kesempatan propaganda yang sangat bagus.”
Aktivitas kelompok misionaris di urusan politik juga sangat besar. Ketika rakyat muslim dan pejuang Nigeria berhasil meraih kemerdekaan dari Inggris dan mendirikan pemerintahan, pasukan Inggris dengan pertolongan para misionaris mendalangi kudeta dan membunuh beberapa pemimpin muslim, di antaranya Tafawa Balewe dan Ahmad Bello. Kudeta ini dilakukan oleh lima perwira Kristen dari kabilah Eibo yang diketuai Jenderal Aguiyi Ironsi. Dalam sebuah majalah bulanan terbitan London tahun 1966, ditulis mengenai terbunuhnya para pemimpin muslim Nigeria ini. Menurut majalah tersebut, “Kejadian ini diperlukan agar dapat menghalangi pengaruh kaum muslim di utara yang kian hari kian meningkat.”
Dalam buku “Nigeria Tahun 1966” yang diterbitkan di Lagos, ibu kota negara ini, tertulis:
“Sejarah masa lalu dengan jelas menunjukkan bahwa ketika Nigeria yang memiliki penduduk mayoritas muslim mendirikan negara federal dengan pemerintahan pusat di Lagos, situasi negara berjalan dengan baik. Tetapi, keinginan orang-orang Eibo Kristen untuk memimpin kaum muslimin dan untuk membalas dendam secara kejam terhadap para pemimpin muslim, membuat kepentingan negara dikorbankan oleh ambisi-ambisi yang tidak pada tempatnya dan nafsu balas dendam kaum minoritas Kristen.”
Setelah terbunuhnya Jenderal Ironsi dalam pelarian, Ojukwu, komandan militer provinsi timur Nigeria yang berpenduduk mayoritas Kristen, mengumumkan kemerdekaan daerah tersebut dan mendirikan negara baru yang bernama Biafra. Tindakan ini, menurut media massa Barat, mendapat perlindungan dari negara-negara Barat dan Vatikan karena keberadaan sumber minyak di provinsi tersebut.
Namun ketika akhirnya Biafra berhasil dijatuhkan oleh pemerintahan pusat Nigeria, di antara para pemberontak yang tertangkap ditemukan 150 ruhaniwan Kristen. Sebagai ganti hukuman mati, pemerintahan pusat Nigeria kemudian mengusir keluar para misionaris tersebut yang di antaranya terdapat warga negara Selandia Baru (Bersambung).
Selama beberapa tahun terakhir, gerakan misionaris telah menghabiskan dana yang sangat besar untuk menyampaikan ajaran mereka demi melawan Islam. Dengan mendirikan berbagai pusat dan yayasan propaganda, mereka berusaha untuk menyampaikan pemikiran-pemikiran Kristen di berbagai penjuru dunia. Di antara negara-negara dunia, negara-negara Afrika memiliki tempat yang khusus dalam pandangan para misionaris. Kunjungan para pejabat tinggi gereja seperti Paus, ke benua Afrika selama dua dekade terakhir ini membuktikan posisi khusus tersebut.
Untuk menyebarkan ajaran Kristen ke negara-negara dunia, para misionaris melakukan berbagai usaha. Salahsatu di antara metode yang mereka gunakan adalah mengubah pengajaran Kristen dan menyesuaikannya dengan kebudayaan masyarakat pribumi. Metode seperti ini diungkapkan dalam sebuah buku berjudul “Re-thinking Mission” dan dianggap sebagai sesuatu hal yang diperbolehkan dalam penyebaran Kristen. Buku ini diterbitkan pada tahun 1932 oleh sebuah yayasan misionaris. Menurut buku ini, propaganda Kristen harus terus dilakukan, namun metode-metodenya harus diubah agar sesuai dengan perkembangan zaman.
Contoh pelaksanaan metode ini adalah mengenai masalah perkawinan. Sebagian mazhab Kristen di Eropa hanya mengizinkan monogami dan tidak memperbolehkan perceraian. Namun, di Afrika, mazhab Kristen tersebut mengubah ajaran mereka dengan mengizinkan kaum pribumi Afrika untuk menikahi lebih dari satu perempuan dan melakukan perceraian.
Lebih jauh lagi, para misionaris bahkan mengubah wajah Isa Al-Masih. Selama ini, Isa Al-Masih di Eropa digambarkan sebagai seorang kulit putih dan berambut pirang panjang. Namun, demi menyesuaikan dengan kebudayaan Afrika, di negara-negara Afrika mereka menggambarkan bahwa Isa Al-Masih seorang Ethiopia berkulit hitam dan berambut keriting.
Para misionaris dengan berbagai alasan, di antaranya ketakutan mendalam atas meluasnya pengaruh Islam di benua Afrika, memiliki dendam yang mendalam terhadap Islam dan kaum muslimin. Rasa dendam itu dimunculkan dalam berbagai bentuk. Sebagai contoh, mereka menggerakkan pribumi Kristen Afrika untuk memerangi kaum muslimin, sebagaimana terjadi di Uganda, Malawi, dan Tanzania. Dalam majalah dan buku-buku yang mereka terbitkan, mereka menggambarkan Islam dengan sangat buruk. Sebagai contoh, majalah Vision edisi Mei 1986, pada halaman pertamanya memasang foto Isa Al-Masih yang berwajah tenang dan melambaikan tangan penuh cinta yang disandingkan dengan foto seorang ruhaniwan muslim yang bertampang marah dan memegang sebilah pedang. Foto-foto yang diberi judul “Isa Al-Masih dan Islam” ini bertujuan untuk menanamkan gambaran dalam pikiran para pembaca bahwa Islam adalah agama yang kasar dan sebaliknya, Kristen adalah agama yang membawa perdamaian.
Nigeria adalah sebuah negara di bagian barat Afrika dan merupakan negara dengan penduduk muslim terbanyak di Afrika. Rakyat Nigeria, setelah berjuang dalam waktu lama untuk melawan para penjajah, akhirnya pada tahun 1960 berhasil meraih kemrdekaannya. Menurut catatan sejarah, Islam masuk ke negara ini sejak abad ke-8 melalui jalan perdagangan dan Islam berkembang pesat di utara negara ini. Pada tahun 1553, penjajah Inggris masuk ke negara ini bersama-sama dengan kelompok misionaris. Para misionaris inilah yang menjadi pelaksana politik Inggris di Nigeria. Lugard, penguasa Inggris di Nigeria, didampingi seorang misionaris bernama Miller merupakan pelaksana utama politik pengajaran kolonialis di negara ini.
Politik pengajaran Inggris di Nigeria memiliki tujuan-tujuan misionaris dan propaganda. Ketua kelompok misionaris Inggris menulis:
“Kami sejak saat ini menggunakan Injil sebagai salah satu buku pelajaran. Beberapa bagian di antaranya yang telah dipilih secara cermat, dijadikan bahan untuk latihan menulis para pelajar. Kami menganggap bahwa ini adalah kesempatan propaganda yang sangat bagus.”
Aktivitas kelompok misionaris di urusan politik juga sangat besar. Ketika rakyat muslim dan pejuang Nigeria berhasil meraih kemerdekaan dari Inggris dan mendirikan pemerintahan, pasukan Inggris dengan pertolongan para misionaris mendalangi kudeta dan membunuh beberapa pemimpin muslim, di antaranya Tafawa Balewe dan Ahmad Bello. Kudeta ini dilakukan oleh lima perwira Kristen dari kabilah Eibo yang diketuai Jenderal Aguiyi Ironsi. Dalam sebuah majalah bulanan terbitan London tahun 1966, ditulis mengenai terbunuhnya para pemimpin muslim Nigeria ini. Menurut majalah tersebut, “Kejadian ini diperlukan agar dapat menghalangi pengaruh kaum muslim di utara yang kian hari kian meningkat.”
Dalam buku “Nigeria Tahun 1966” yang diterbitkan di Lagos, ibu kota negara ini, tertulis:
“Sejarah masa lalu dengan jelas menunjukkan bahwa ketika Nigeria yang memiliki penduduk mayoritas muslim mendirikan negara federal dengan pemerintahan pusat di Lagos, situasi negara berjalan dengan baik. Tetapi, keinginan orang-orang Eibo Kristen untuk memimpin kaum muslimin dan untuk membalas dendam secara kejam terhadap para pemimpin muslim, membuat kepentingan negara dikorbankan oleh ambisi-ambisi yang tidak pada tempatnya dan nafsu balas dendam kaum minoritas Kristen.”
Setelah terbunuhnya Jenderal Ironsi dalam pelarian, Ojukwu, komandan militer provinsi timur Nigeria yang berpenduduk mayoritas Kristen, mengumumkan kemerdekaan daerah tersebut dan mendirikan negara baru yang bernama Biafra. Tindakan ini, menurut media massa Barat, mendapat perlindungan dari negara-negara Barat dan Vatikan karena keberadaan sumber minyak di provinsi tersebut.
Namun ketika akhirnya Biafra berhasil dijatuhkan oleh pemerintahan pusat Nigeria, di antara para pemberontak yang tertangkap ditemukan 150 ruhaniwan Kristen. Sebagai ganti hukuman mati, pemerintahan pusat Nigeria kemudian mengusir keluar para misionaris tersebut yang di antaranya terdapat warga negara Selandia Baru (Bersambung).
Anda sedang menyimak SEJARAH GERAKAN MISIONARIS DI DUNIA ISLAM Bagian [12]
Simak Juga Bagian:
0 Komentar