Baru

ads header

Di Sini Isa di Sana Yesus: Tanya Kenapa?


18 Juli 2013 12:46
Diperbarui: 24 Juni 2015 10:22

APALAH ARTI SEBUAH NAMA?
Demikian Kata Mbah ‘Will I Am Shakespeare’.

Kutipan lengkapnya berbunyi; “What's in a name? That which we call a rose by any other name would smell as sweet.”

Memang benar demikian. Apalah arti sebuah nama?

Benda yang kita sebut mawar itu, kalaupun disebut dengan nama lain baunya akan tetap sama. Maksudnya si Mbah Shakespeare, kalaupun mawar itu kita sebut oncom, tidak serta-merta baunya jadi macam tauco, wanginya tetap wangi mawar yang hakiki, karena toh bendanya memang itu.

Faktanya, nama itu sangat penting. Dulu, saat menjadi mahasiswa tingkat 3, saya pernah bersitegang dengan seorang pegawai FPBS UPI yang salah menuliskan nama saya pada selembar surat. Seharusnya nama saya ditulis MAHARDHIKA (dengan H di antara D dan I), namun dituliskannya nama saya MAHARDIKA. Ini menjadi cukang-lantaran yang lantas membuat saya tidak sudi menerima surat tersebut. Dengan pongah dan congkaknya, sang pegawai (khususon, ini kasus. Sebagian besar pegawai UPI itu baik hati, kok! Berani sumpah!) berkata, “Nama kamu itu kurang satu huruf saja dibacanya sama kan?”

Lalu dengan nada tinggi saya tanya balik, “Nama Bapak siapa?!” –super nyolot sebagaimana biasa kalau saya sedang ngamuk.

“Eko!” jawabnya tak kalah nyolot.

“Bagaimana kalau saya tulis kurang satu huruf K? Jadi Eo? Mau?!”

Dan..., ujung-ujungnya, seperti biasanya, orang dewasa macam Pak Eko itu harus mengalah kepada anak muda naif macam saya ketika itu. Surat itu diambilnya kembali untuk diperbaiki (memang sudah seharusnya, kan?)

Oke, fragmen kisah masa lalu saya itu hanya sepenggal contoh bagaimana sebuah nama bisa menjadi sangat sensitif untuk pemiliknya. Sampai-sampai salah seorang dosen saya, Pak Iwa Lukmana, yang lulusan Monash University itu, merasa perlu menggelar karpet merah untuk sebuah kegiatan penelitian tentang nama.

Solot-menyolot soal nama itu juga ternyata merambah ke mana-mana, bahkan ke dalam medan internet. Yang terbaru yang saya temukan ialah di dalam sebuah situs yang (mengaku-ngaku) situs dialog antaragama.

Kenapa saya merasa perlu membubuhkan kata mengaku-ngaku dalam tanda kurung? Ya karena sebetulnya isinya ternyata bukan dialog, lebih ke arena saling hujat dan saling ejek dengan adu argumen bergaya Jaka Sembung bawa asbak, kagak nyambung gedubrak!

Ahiww! Soal agama memang sensitif, sama sensitifnya seperti banteng-banteng Spanyol yang berkeliaran di Festival Pamplona. Salah posisi, bisa membuat anda terseruduk sampai mampus di sana!

Salah satu topik dalam arena saling ejek itu adalah soal nama.
Syahdan, seorang peserta hina-menghina itu menuliskan bahwa salah satu versi nama (dari Isa dan Yesus) lebih sahih daripada yang lain, maka kitabnya pun dianggapnya lebih sahih daripada kitab lainnya. Sebuah argumen yang memang sangat ad hominem. Pada akhirnya, kepenasaranan saya ikut tergelitik. Ini bukan soal mencari benar-salah, tapi ini soal pelurusan fakta sejarah, terlepas dari soal-soal Agama.

Oke, sejarah kadang mengaburkan karena ada banyak versi. Tapi dalam tataran bahasa, kita bisa mendaurnya hingga murni, lalu tampak wujud hakiki dari suatu kata yang menjadi polemik. Syahdan, alasan itulah yang melahirkan disiplin etimologi dalam filsafat.

Soalan Yesus dan Isa ini memang perlu diluruskan agar orang-orang lebih paham cara berargumen yang benar dan saling menghormati. Terus terang, sebagai seorang Muslim, saya suka marah jika ada sesama Muslim yang mempermainkan nama Yesus. Okelah, sesama Muslim itu memang bersaudara. Tapi jika ada saudara yang memalukan, ya mau tak mau saya harus ikut menanggung malu.

Jadi begini, sodarah....
Nama itu bermakna simultan dalam bahasa lainnya. Misalnya nama Charles di Inggris, dipanggil Carlos di Spanyol, Carlo di Italia, Karl di Jerman, dan Karel di Belanda & Skandinavia. Adik tingkat saya ada yang namanya Lukman (Si Black Tea) oleh temannya yang orang Jepang dipanggil Rukuman. Teman saya yang orang Arab namanya Rahman, dipanggil Rahmanov saat dia migrasi ke Russia. Perdana Menteri Turki, Recep Tayyip Erdogan, jika di Arab nama depannya akan dipanggil Rojab Toyib Ardogan. Mbah ideologisnya Erdogan, Necmettin Ebarkan, akan dipanggil Najmuddin Abarkhan kalau di Arab. See? Cara pengucapan bisa beda, tapi rujukannya sama.

Langkah pertama untuk meluruskan Isa dan Yesus ini seyogyanya adalah pemahaman bahwa Isa yang disebut dalam Quran adalah sosok yang sama dengan Yesus yang disebut di dalam Perjanjian Baru. Ini penting untuk ditekankan, agar mereka yang suka memperolok-olok nama Yesus sadar siapa yang sedang mereka olok-olok.

Dalam bukunya, “Jesus Will Return”, Harun Yahya membubuhkan tanda alaihissalam di belakang nama Yesus. Begitulah seharusnya nama Yesus diperlakukan, karena dia seorang nabi. Seorang Muslim diajarkan untuk menghormati para nabi alaihimassalaam dengan cara yang santun dan bermartabat.

Markijut! Mari Kita Lanjut.
Kita lihat prequel soal ini dari prakelahiran Yesus alaihimassalaam. Menurut taksiran para sejarawan, beliau dilahirkan pada kitaran tahun 5 SM. Kala itu di tempat kelahiran beliau, Betlehem, bangsa beliau (Yahudi) sedang hidup dalam penjajahan Imperium Roma.
Bahasa apakah yang digunakan kala itu?

Sekurangnya ada 4 (empat) bahasa yang dituturkan secara bersamaan di sana. Bahasa Ibrani (kuna, bukan bahasa Ibrani modern macam di Israel dewasa ini) sebagai bahasa ritual dan liturgi. Bahasa ini digunakan dalam berdoa dan beribadah. Mirip dengan Muslimin Indonesia yang berdoa dengan bahasa Arab. Dus, hanya para rabbi dan pemuka agama terkemuka yang menguasai bahasa ini. Kitab-kitab Tanakh (Taurat dan kitab lainnya) juga ditulis dalam bahasa ini.

Bahasa Aram (bukan Arab, tapi Aram –Aramaic Language). Dengan bahasa inilah Yesus alaihimassalaam kemudian mendakwahi kaumnya, berbicara kepada ibunya, Maria, dan mengobrol dengan para tetangganya. Ini bahasa ibu Yesus alaihimassalaam, sekaligus Lingua Franca-nya tanah Kana’an. Sebagian sejarawan bahkan yakin bahasa ini dipakai di seantero Timur Tengah pada saat itu, termasuk di dunia Arab.

Bahasa Latin, digunakan oleh bangsa Romawi yang menjajah tanah Kana’an saat itu.
Bahasa Yunani yang digunakan oleh kaum pendatang dari wilayah Imperium Roma di bagian Eropa Timur.

Dus, bisa dipastikan bahwa Yesus alaihimassalaam dinamai ibundanya dengan nama berbahasa Aram.

Oke sekarang kita lanjut, teks berbahasa Aram yang paling tua yang menyebut-nyebut kisah Yesus alaihimassalaam adalah Peshitta, Kitab Perjanjian Baru yang ditulis dalam bahasa Aram dengan aksara Syro. Dalam Peshitta, nama Yesus Kristus ditulis begini:

ܕܝܫܘܥܡܫܝܚܐ Baca: /eishûa mashïkha/
Lalu bagaimana nama itu bisa jadi Isa (Arab), Yesus (Yunani), dan Yêshûa (Ibrani)?

Begini ceritanya.
Kalau kita perhatikan, di dalam Quran banyak sekali kisah nabi-nabi Israel (selain Isa). Jika kita bandingkan penulisan namanya, banyak nama yang aslinya diawali bunyi /y/ dalam bahasa Ibrani, tersulih menjadi berawalan /i/ dalam bahasa Arab, contohnya:

ישמעאל (baca: /yisy-ma'-e'l/) menjadi إسماعيل (baca: /is-ma-iil/) dalam bahasa Arab,
ישראל (baca: /yis-ra'-el/) menjadi إسرائيل (baca: /is-ra-iil/ dalam bahasa Arab,
יצחק (baca: /yits-khaq/) menjadi إِسْحَاقَ (baca: /is-haq/) dalam bahasa Arab.

Oke. Sekarang kita cermati nama Yesus as yang ditulis dalam Peshitta:
ܕܝܫܘܥܡܫܝܚܐ Baca: /eishûa mashïkha/
ܡܫܝܚܐ (eishûa) dalam bahasa Aram adalah padanan nama untuk ישוע (yêsyûa') dalam bahasa Ibrani.

Secara sederhana, dapat dijelaskan bahwa bahasa Aram, Ibrani, dan Arab sebenarnya berasal dari rumpun yang sama, yakni bahasa Semit. Karena soal konvergensi dan divergensi, bahasa Semit ini kemudian terpecah ke dalam tiga bahasa tersebut, di mana bahasa Ibrani terbebat oleh bahasa Aram yang lebih banyak dituturkan di zaman Yesus alaihimassalaam. Ini menjelaskan bahwa perbedaan antara nama عيسى (Iisa) dalam bahasa Arab dengan nama ܡܫܝܚܐ (eishûa) dalam bahasa Aram dan ישוע (yêsyûa') dalam bahasa Ibrani tak lebih dari soal perbedaan lafal –sama seperti dalam rumpun bahasa Melayu, kata ‘Kite’ (Betawi) dengan ‘Kito’ (Palembang) dan ‘Kita’ (Riau) dilafalkan.

Sip! Berarti sampai di situ kita dapat penjelasannya.
Nah, lalu bagaimana nama Yesus muncul?

Di atas, eike sudah menjelaskan bahwa pada zamannya, di tanah Kana’an ada 4 bahasa yang dituturkan secara simultan, termasuk salah satunya adalah bahasa Yunani, selain Aram, Ibrani, dan Latin.

Dalam Perjanjian Baru yang berbahasa Yunani, nama Isa ditulis ιησους (baca: /iêsous/). Perhatikan bahwa perbedaan paling mencolok ada pada bunyi /s/ di ujung kata. Nah, loh! Bagaimana penjelasannya?

Oke. Secara singkat, dapat dikatakan bahwa bahasa Yunani tidak mengenal bunyi vokal glotal di akhir kata. Buktinya adalah bukan hanya nama Yesus, nama Nabi موسى‎ (Muu-sa) dalam bahasa Ibrani disebut מֹשֶׁה‎ (Mo-she), dan dalam bahasa Yunani disebut μωυσης (Mouses).
Fenomena ini sebenarnya dapat dijelaskan dengan padanan bunyi vokal glotal dalam bahasa Indonesia: kita menulis BAPAK, tapi dibaca /bapa’/. See?

Nah, selanjutnya, sebagaimana kita ketahui, bahasa Yunani dan bahasa Latin memberikan pengaruh yang besar terhadap bahasa-bahasa Eropa. Sementara bangsa Eropa sendiri kemudian berlayar dan membuat koloni di mana-mana, bagai tawon berpindah pohon. Ini menjelaskan mengapa lafal JESUS atau YESUS lebih mengglobal daripada IISA, EISHÛA, dan YÊSYÛA'.

Terakhir, sebagai catatan, di negara-negara berbahasa Arab, nama Yesus dalam Perjanjian Baru Arab tetap ditulis dalam bentuk Arab, yakni عيسى (iisa), bukan bentuk bahasa yang lain. Kemudian, ternyata, dalam Perjanjian Baru yang berbahasa Melayu-Kuna zaman dulu, nama “Isa Almasih” ditulis sebagai terjemahan dari kata Yunani ιησους χριστος - iêsous khristos. Salah satu contohnya adalah dua versi terjemahan Matius 1:1 berikut ini.

LAI TB : “Inilah silsilah Yesus Kristus, anak Daud, anak Abraham.”
Klinkert 1870: “inilah sjadjarah Isa Almasih, ija-itoe anak Da'oed, anak Iberahim.”

Akhirul Kalam, itulah hikayat nama Isa/Yesus alaihimassalaam.

Sampai di sini, saya sungguh sangat benar-benar berharap agar saudara-saudara sesama Muslim jangan pernah menghina atau memperolok nama dan figur Yesus Kristus.

Yesus Kristus yang dipuja saudara-saudara kita yang Kristiani, yang namanya tercantum di dalam Alkitab Perjanjian Baru, adalah sosok dan figur yang sama dengan Isa Almasih yang namanya disebut-sebut di dalam Al Quran.

Salam sejahtera dan salam damai untuk semua.

Posting Komentar

0 Komentar