Kalimat berikut ini; "Diberi hati malah minta jantung", atau, "diberi betis malah minta paha", adalah dua contoh dari sekian banyak peribahasa Indonesia yang tidak pernah diartikan secara literal tapi dipahami sebagai perumpamaan yang menggambarkan keadaan di mana ada seseorang yang "diberi sedikit tapi minta lebih."
Dalam tradisi bertutur bangsa Arab, khususnya di kalangan para penyair sejak jaman sebelum kelahiran nabi Muhammad SAW hingga hari ini ada pula peribahasa yang menggunakan kata "betis" untuk menggambarkan keadaan di mana seseorang, atau sekelompok orang, sedang menghadapi situasi luar biasa dahsyat yang diungkapkan dengan kalimat ".... sampai betisnya tersingkap!", atau ".... menyingkap betisnya."
Contoh; "Perang itu kian memuncak hingga menyingkapkan betis orang-orang yang terlibat di dalamnya."
Ingat! Busana sehari-hari kita tidak sama dengan busana tradisionall orang Arab, baik pria atau wanita yang cenderung membatasi gerak mereka. Sedangkan dalam budaya Arab, betis bukan bagian tubuh yang pantas untuk diperlihatkan kepada orang lain.
Lalu, ada yang bertanya; apa hubungan peribahasa Arab ini dengan ayat Al-Quran dan Hadits yang menyebut "Allah menyingkap betis-Nya?"
Apakah Allah memiliki betis seperti kita?
Jawabnya, tentu saja tidak!
Kenapa?
Karena Allah tidak serupa dengan apa pun juga!
Karena Allah tidak serupa dengan apa pun juga!
Allah berfirman,
لَیۡسَ کَمِثۡلِہٖ شَیۡءٌ ۚ وَ ہُوَ السَّمِیۡعُ الۡبَصِیۡرُ
"Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Allah, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat."(QS. Asy-Syura: 11)
Karenanya, kita tidak dapat menyerupakan Allah dengan apa pun, apalagi dengan manusia seperti kita. Dengan demikian, jawaban singkat untuk pertanyaan atas ayat Mutasyabihat ini adalah seperti penjelasan singkat para Mufassir masyhur berikut:
Firman Allah,
یَوۡمَ یُکۡشَفُ عَنۡ سَاقٍ وَّ یُدۡعَوۡنَ اِلَی السُّجُوۡدِ فَلَا یَسۡتَطِیۡعُوۡنَ
خَاشِعَۃً اَبۡصَارُہُمۡ تَرۡہَقُہُمۡ ذِلَّۃٌ ؕ وَ قَدۡ کَانُوۡا یُدۡعَوۡنَ اِلَی السُّجُوۡدِ وَ ہُمۡ سٰلِمُوۡنَ
"(Ingatlah) pada hari ketika betis disingkapkan dan mereka diseru untuk bersujud; maka mereka tidak mampu, pandangan mereka tertunduk ke bawah, diliputi kehinaan. Dan sungguh, dahulu (di dunia) mereka telah diseru untuk bersujud pada waktu mereka sehat (tetapi mereka tidak melakukan)." (QS. Al-Qalam: 42-43).
Buah Nikmatnya shalat tidak dapat dirasakan oleh orang-orang yang dimaksud oleh ayat ini. Pada hari "betis disingkapkan", mereka hanya menunduk ke bawah, tidak dapat berbuat lebih. Padahal dahulu, ketika keadaan mereka masih mampu (untuk berpikir) dan sehat (jasmani dan rohani untuk melaksanakannya), mereka sudah diseru untuk bersujud (tapi tidak mereka lakukan).
Dalam tafsir Al Mishbah dijelaskan kalimat "yuksyafu an saqiin" yang berarti "disingkapkan betis" adalah istilah dalam bahasa Arab untuk menggambarkan kesulitan luar biasa besar. Kesulitan ini memerlukan upaya serius untuk menanggulanginya. Biasanya, seseorang yang menghadapi sesuatu yang serius menyingkap lengan baju atau bagian bawah dari penutup betisnya — sehingga tampak — agar lebih mudah dan lebih tangkas bergerak atau berlari. Kata "saq" dapat pula diartikan sebagai sumber sesuatu, sehingga istilah tersebut dipahami juga sebagai "tersingkapnya hakikat segala sesuatu."
Abu Said Al-Khudri mengatakan, ia pernah mendengar Nabi SAW bersabda,
"Kelak (di hari kiamat) Tuhan menyingkapkan betis (sebagian kekuasaan-Nya), maka bersujudlah kepada-Nya semua orang mukmin laki-laki dan perempuan. Dan, tertinggallah orang yang dahulunya ketika di dunia sujud karena ria dan pamer. Maka, ia berupaya untuk melakukan sujud, tetapi punggungnya kembali berbalik menjadi tegak (tidak dapat sujud)."
Abdullah ibnul Mubarak mengatakan, dari Usamah ibnu Zaid, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas. Makna ayat "pada hari betis disingkapkan" merujuk kepada hari kiamat. Yakni hari kesusahan dan hari yang keras. Ibnu Jarir dalam riwayatnya mengatakan, ungkapan "betis disingkapkan" itu semakna dengan ungkapan para penyair Arab seperti contoh berikut ini;
"Perang itu kian memuncak hingga menyingkapkan betis orang-orang yang terlibat di dalamnya."
Karena itu, Ibnu Abbas menegaskan bahwa peristiwa itu merupakan saat paling menyusahkan di hari kiamat nanti - [Lihat tafsir QS. Al-Qalam: 42-43]
Wallahu 'Alam bisyawwab.
0 Komentar