PENGGUNAAN LOGIKA yang benar dapat mengantar manusia mengenal penciptanya, yaitu dengan merenungi ciptaan-Nya serta tanda-tanda kekuasaannya. Hal ini akan lebih lengkap jika dibarengi dengan qalbu yang tidak pernah membohongi pemiliknya. Kedua anugrah sangat berharga dari Sang Pencipta tersebut dilengkapi dengan panduan yang sesuai dengan tingkat kedewasaan dan kemampuan berfikir (logika) umat manusia. Itulah makanya penjelasan dalam kitab suci samawi selalu bertambah, dari yang paling awal hingga yang paling terakhir.
Ibarat sebuah software, maka setiap edisi akan lebih baik dari edisi sebelumnya hingga sampai pada edisi yang sempurna. Namun demikian, pesan utamanya selalu sama walau umat yang menerima petunjuk tersebut tidak mau atau memang tidak memahami pesan dari kitab suci tersebut. Pesan tauhid selalu diletakkan dalam urutan nomor satu di dalam semua kitab samawi, mulai dari Shuhuf Ibrahim, Taurat, Zabur (Mazmur), Injil hingga Al-Qur'an. Sekuat apapun manusia coba menutupi kebenaran dan membelokkan ajaran tersebut, sunnatullah akan berkata lain. Kebenaran itu akan terkuak sekalipun masih ada saja manusia yang tetap tidak mau menerimanya.
Ajaran Ibrahim Alaihi Sallam (2000-1900 SM) hingga Musa Alaihi Sallam (1400 SM) yang sempat punah, ditulis kembali Oleh Ezra atau Uzair pada 536-456 SM yang masuk ke dalam Perjanjian Lama sebagai "The book of Ezra." Ajaran Ezra yang dibelokkan oleh bani Israel, diperbarui dan digenapi oleh Injil yang diturunkan kepada Isa Alaihi Sallam (abad pertama Masehi).
Saat ajaran Injil dibelokkan lagi, Al-Qur'an diturunkan kepada Muhammad Salallahu'alaihi Wasallam dan tidak pernah berubah hingga akhir zaman. Namun ketika pelurusan al-Qur'an tidak diterima oleh para ahli kitab (mereka yang mengimani kitab-kitab Taurat, Zabur, dan Injil), Allah memperingatkan ahli kitab dengan dua peristiwa besar, yaitu penemuan Naskah Laut Mati yang lebih banyak menyinggung kitab Perjanjian lama (Taurat) serta kajian sarjana Bible yang objektif dalam meluruskan ajaran Injil (Gospel, Perjanjian Baru).
Umat Yahudi yang suka sekali bermain-main dengan sejarah untuk kepentingan semangat nasionalisme mereka diberi peringatan dengan penemuan Naskah Qumran, dan umat Kristen yang suka melawan rasionalisme diberi peringatan dengan berbagai kajian objektif dan rasional tentang keyakinan mereka dengan pertanyaan, masihkan mereka belum percaya juga? Jika umat muslim pun ikut-ikutan meninggalkan Al-Qur'an, maka entah peringatan apa yang akan mereka terima dari Allah!
Upaya membelokkan peng-ESA-an Allah menjadi paham Trinitas dalam tradisi Gereja, sebenarnya sangat bertentangan dengan kitab suci yang menjadi panduan gereja itu sendiri. Namun keyakinan semu yang sudah mengendap lebih dari ± 20 abad lamanya ini agaknya menjadi penghalang paling besar bagi mereka untuk menghargai nalar dan akal di samping dogma, yang seharusnya sangat dapat diunggulkan. Aneh memang.
Bibel memuat penyataan tegas dari Tuhan seperti:
"Dengan siapa hendak kamu samakan Aku, seakan-akan Aku seperti dia? firman Yang Mahakudus." (Yesaya 40: 25).
Sama tegasnya dengan pernyataan Al-Qur'an:
"Tidak ada satupun yang menyerupai-Nya." (QS. As-Syura [42]:11)
Menunjuk pernyataan tegas dalam Bible di atas, maka sebenarnya ajaran tentang pribadi dan roh, hanyalah bualan semata. Tapi karena kepercayaan berkata lain, sebagian kelompok Kristen tidak menerima ayat ini, karena ayat ini terdapat di dalam kitab perjanjian lama yang mereka tolak, walaupun pada sisi lain para penolak perjanjian lama menggunakan beberapa ayatnya untuk melegalisir beberapa kepercayaannya berdasarkan Perjanjian baru. Standar ganda yang sangat menjemukan!
Dengan tidak mengakui Perjanjian Lama, maka upaya legalisasi dicarikan dari Perjanjian Baru walaupun dengan menafsirkan sesuka hati, atau kalau perlu menambah dan mengurangi ayat, agar sesuai dengan paham trinitas. Salah satu ayat yang dijadikan alasan untuk doktrin ketuhanan Yesus yang pada gilirannya akan dapat memperkuat paham trinitas, yaitu Yohanes 1:1, yang berbunyi:
"Pada mulanya adalah firman; firman itu bersama-sama dengan Allah dan firman itu adalah Allah."
Keberadaan ayat ini memang sangat janggal, karena banyak ayat Bible yang menyebutkan bahwa tuhan itu Esa atau Satu, sementara ayat di atas menunjuk adanya `dua' yang diasosiasikan melalui kalimat; "firman itu bersama-sama dengan Allah." Kejanggalan bukan pada kalimat ini, tapi pada kalimat lanjutannya yang berbunyi: ".. dan firman itu adalah Allah."
Artinya, setelah menyatakan bahwa terdapat `Dua' yang bersama-sama, kemudian dikatakan keduanya adalah satu, dengan kekuasaan yang sama, yang karenanya maka pantas disebut sebagai Tuhan.
Abu Mahmoud Muhajir dalam bukunya "All Church's Doctrines Contradicts The Bible?', mencoba mencermati ayat ini. Bahwa jika diperhatikan ayat-ayat lain yang menggunakan gaya bahasa yang sama dengan ayat ini, maka akan didapatkan satu ayat yang mirip yaitu pada I Korintus 3:23 yang berbunyi: "Tetapi kamu adalah milik kristus dan kristus adalah milik Allah." Jika mengacu pada gaya bahasa ini, maka penulisan Yohanes 1:1 mestinya berbunyi: "... dan Firman adalah milik Allah."
Dalam bahasa Indonesia mungkin hal ini terlihat agak berlebihan sebab harus menambah satu kata, namun dalam bahasa Inggris dan Latin perbedaannya sangat tipis yaitu hanya satu huruf, yang menandakan kepemilikan.
Dalam edisi bahasa Inggris, Yohanes 1:1 ditulis, "... and the words was God," yang semestinya ditulis, " ... was God's (milik Tuhan). Ada huruf "s" setelah kata God. Penulisan seperti ini akan lebih jelas dalam bahasa Yunani yang merupakan bahasa kedua setelah bahasa aslinya yaitu Aramaik. Dalam bahasa Yunani kata Theos artinya Tuhan, tetapi Theou artinya milik Tuhan. Perbedaannya sangat kecil, satu huruf, tapi resiko perubahan maknanya sangat besar!
Al-Qur'an juga menyinggung soal firman (kalam), namun dalam pengertian yang sangat berbeda dibandingkan dengan pemahaman gereja yang acapkali menggunakan ayat-ayat Al-Qur'an untuk mendukung pemahaman ketuhanan Yesus. Padahal ayat ini justru meluruskan pemahaman tentang firman.
"(Ingatlah) ketika malaikat berkata: Wahai Maryam, sesungguhnya Allah memberi kabargembira kepada engkau dengan kalimat dari pada-Nya, namanya Almasih "Isa anak Maryam, yang mempunyai kebesaran di dunia dan akhirat dan termasuk orang-orang yang dekat kepada Allah." (QS. Ali Imran[3]: 45)
Kalimat yang dimaksud adalah seperti yang dijelaskan oleh Allah dalam surat yang sama pada ayat berikutnya yaitu:
"Maryam berkata: Wahai Tuhanku, betapa mungkin aku mempunyai anak, padahal aku belurn pernah disentuh oleh seorang laki-lakipun. Allah berfirman: "Demikianlah Allah menciptakan apa yang dikendaki-Nya. Apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu, maka Allah hanya cukup berkata kepadanya: "Jadilah", lalu jadilah." (QS. Ali Imran[3]: 47).
Dengan pengertian bahwa firman adalah perkataan Allah untuk mewujudkan kehendak-Nya, maka kata "milik" atau "dari" tidak boleh dihilangkan. Sebab ini sekaligus merupakan jawaban atas ketidakmampuan manusia untuk menalar adanya seorang manusia yang lahir tanpa pertemuan antara ovum dan sperma. Bahwa jika Allah berkehendak maka cukup berfirman "Kun" maka "jadilah" apa pun yang dikehendaki-Nya, termasuk penciptaan Adam atau Yesus!
Hal ini tidak dapat dipungkiri baik oleh umat Kristen atau Muslim sebab baik menurut Alkitab maupun Al-Qur'an memang keduanya dijelaskan menjadi wujud melalui proses yang berbeda dari manusia pada umumnya.
Kendati demikian, jika “ciptaan" itu kemudian dianggap sekaligus sebagai "tindakan" (dari Allah berupa firman: "Kun"), apalagi bila kemudian "tindakan" tersebut dianggap pula sebagai Pelaku mekanisme penciptaan itu sendiri, maka bayangkanlah! Berapa banyak yang akan dipertuhankan oleh manusia sebab alam semesta berikut seluruh isinya ini pun terjadi atas kehendak Allah melalui proses "KUN" atau "JADILAH!"
Wallahualambissawab.
[Sumber: Islam Menjawab Fitnah]
0 Komentar