YOHANES 13:13
ALKITAB VERSI TERKINI:
"Kamu menyebut Aku Guru dan TUHAN, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan TUHAN." (Yohanes 13:13)
ALKITAB VERSI KSI (TAHUN 2000)
"Kamu menyebut Aku Guru dan Junjungan. Memang sepatutnyalah demikian, karena Aku adalah Guru dan Junjungan." (Yohanes 13:13)
ALKITAB VERSI ENDE (TAHUN 1969)
"Kamu memanggil Aku Guru dan Tuan. Dan tepatlah demikian, sebab memang itulah Aku!" (Yohanes 13:13)
ALKITAB VERSI SCHELLABEAR DRAFT (TAHUN 1912)
"Adapun kamu menyebutkan aku guru dan Rabbi, maka patutlah katamu itu, karena akulah dia." (Yohanes 13:13)
ALKITAB VERSI KLINKERT (TAHUN 1870)
"Bahwa akoe dipanggil olihmoe goeroe dan toewan (baca: tuan), maka benarlah bagitoe, karena akoelah dia." (Yohanes 13:13)
Sebagaimana jelas tertulis dalam kitab-kitab tersebut di atas, sampai saat ini belum ada satu orang pun yang dapat menjelaskan secara benar sekaligus dapat pula dipertanggungjawabkan kepada jemaat seluruh gereja di Indonesia tentang perubahan personifikasi sosok Yesus dari Toewan menjadi Rabbi, dari Rabbi menjadi Tuan, dari Tuan menjadi Junjungan, dan dari Junjungan menjadi Tuhan!
Padahal jelas-jelas tidak dapat dipungkiri bahwa ini adalah persoalan yang sangat mendasar, bahkan landasan paling fundamental menyangkut keyakinan beragama seluruh umat Kristiani. Ayat-ayat yang mengandung pengertian saling berbeda dari masing-masing kitab di atas, oleh siapa pun yang membacanya dengan menggunakan akal sehat, dapat diartikan sebagai suatu kebohongan karena secara sepihak telah merobah arti kata Tuan menjadi Tuhan.
Benarkah sedemikian mudahnya menjadikan sosok "Anak Manusia" yang sejak awalnya sudah dipanggil dengan sebutan Guru, atau Rabbi serta merta dapat menjelma menjadi Tuhan hanya karena alasan; demikianlah yang tertulis di dalam kitab suci?
Jika demikian, lalu siapakah sesungguhnya yang menulis kitab suci itu? Mereka yang namanya dinisbatkan kepada masing-masing Injil di dalam Alkitab kanon, atau mereka yang dilahirkan hampir 2.000 tahun kemudian, tapi secara diam-diam (dan ini sungguh tidak terpuji) mengambil inisiatif untuk menambahkan huruf "H" di tengah-tengah kata "TUAN" sebelum kitab suci tersebut dicetak ulang?
Apa pun jawabnya, maka fakta seperti ini tentu saja kemudian mengundang tanya yang tidak kalah fundamentalnya yakni; apakah kitab suci yang kandungannya secara diam-diam telah dirobah, tapi entah oleh siapa, ini masih layak untuk diyakini sebagai sebuah kitab suci? Bila hal yang sedemikian crussial menyangkut keimanan seluruh umat kristen Indonesia tentang EKSISTENSI TUHAN dapat dengan mudah "diubah-suaikan" sesuka hati, apakah perobahan-perobahan serupa tidak mungkin terjadi pula pada ayat-ayat lain di dalam kitab suci ini?
[Dikembangkan dari catatan mas Adrian Dharma Wijaya]
0 Komentar