5 Perbedaan Antara Nabi dan Rasul
November 16th 2009 by Abu Muawiah | Kirim via
Email
5 Perbedaan Antara Nabi dan Rasul
Para ulama menyebutkan banyak perbedaan
antara nabi dan rasul, tapi di sini kami hanya akan menyebutkan sebahagian di
antaranya:
[1]. Jenjang kerasulan lebih tinggi daripada
jenjang kenabian. Karena tidak mungkin seorang itu menjadi rasul kecuali
setelah menjadi nabi. Oleh karena itulah, para ulama menyatakan bahwa Nabi
Muhammad -Shalllallahu‘alaihi wasallam- diangkat menjadi nabi dengan 5 ayat
pertama dari surah Al-‘Alaq dan diangkat menjadi rasul dengan 7 ayat
pertama dari surah Al-Mudatstsir. Telah berlalu keterangan bahwa setiap rasul
adalah nabi, tidak sebaliknya.
Imam As-Saffariny -rahimahullah- berkata,
“Rasul lebih utama daripada nabi berdasarkan ijma’, karena rasul diistimewakan
dengan risalah, yang mana (jenjang) ini lebih ringgi daripada jenjang
kenabian”. [Lawami’ Al-Anwar: 1/50]
Al-Hafizh Ibnu Katsir juga menyatakan dalam
Tafsirnya (3/47), “Tidak ada perbedaan (di kalangan ulama) bahwasanya para
rasul lebih utama daripada seluruh nabi dan bahwa ulul ‘azmi merupakan yang
paling utama di antara mereka (para rasul)”.
[2]. Rasul diutus kepada kaum yang kafir,
sedangkan nabi diutus kepada kaum yang telah beriman.
Allah -’Azza wa Jalla- menyatakan bahwa yang
didustakan oleh manusia adalah para rasul dan bukan para nabi, di dalam
firman-Nya:
ثُمَّ أَرْسَلْنَا
رُسُلَنَا تَتْرَى كُلَّ مَا جَاءَ أُمَّةً رَسُولُهَا كَذَّبُوهُ
“Kemudian Kami utus (kepada umat-umat itu)
rasul-rasul Kami berturut-turut. Tiap-tiap seorang rasul datang kepada umatnya,
umat itu mendustakannya." (QS. Al-Mu`minun:44)
Dan dalam surah Asy-Syu’ara` ayat 105, Allah
menyatakan:
كَذَّبَتْ قَوْمُ
نُوحٍ الْمُرْسَلِينَ
“Kaum Nuh telah mendustakan para rasul”.
Allah tidak mengatakan “Kaum Nuh telah
mendustakan para nabi”, karena para nabi hanya diutus kepada kaum yang sudah
beriman dan membenarkan rasul sebelumnya. Hal ini sebagaimana yang diceritakan
oleh Nabi Shalllallahu‘alaihi wasallam:
كَانَتْ بَنُوْ
إِسْرَائِيْلَ تَسُوْسُهُمُ الْأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ
نَبِيٌّ
“Dulu bani Isra`il diurus(dipimpin) oleh
banyak nabi. Setiap kali seorang nabi wafat, maka digantikan oleh nabi
setelahnya”. [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah]
[3]. Syari’at para rasul berbeda antara satu
dengan yang lainnya, atau dengan kata lain bahwa para rasul diutus dengan
membawa syari’at baru. Allah -Subhanahu wa Ta’ala menyatakan:
لِكُلٍّ جَعَلْنَا
مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا
“Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami
berikan aturan dan jalan yang terang.” (QS. Al-Ma`idah:48)
Allah mengabarkan tentang ‘Isa bahwa
risalahnya berbeda dari risalah sebelumnya di dalam firman-Nya:
وَلِأُحِلَّ لَكُمْ
بَعْضَ الَّذِي حُرِّمَ عَلَيْكُمْ
“Dan untuk menghalalkan bagi kalian sebagian
yang dulu diharamkan untuk kalian.” (QS. Ali ‘Imran:50)
Nabi Muhammad -Shalllallahu‘alaihi wasallam-
menyebutkan perkara yang dihalalkan untuk umat beliau, yang mana perkara ini
telah diharamkan atas umat-umat sebelum beliau:
وَأُحِلَّتْ لِيَ
الْغَنَائِمَ وَجُعِلَتْ لِيَ الْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُوْرًا
“Dihalalkan untukku ghonimah dan dijadikan
untukku bumi sebagai mesjid (tempat sholat) dan alat bersuci (tayammum)”. [HR.
Al-Bukhari dan Muslim dari Jabir]
Adapun para nabi, mereka datang bukan dengan
syari’at baru, akan tetapi hanya menjalankan syari’at rasul sebelumnya. Hal ini
sebagaimana yang terjadi pada nabi-nabi Bani Isra`il, kebanyakan mereka
menjalankan syari’at Nabi Musa ’alaihis salam.
[4]. Rasul pertama adalah Nuh -’alaihis salam-,
sedangkan nabi yang pertama adalah Adam -’alaihis salam-.
Allah -’Azza wa Jalla- menyatakan:
إِنَّا أَوْحَيْنَا
إِلَيْكَ كَمَا أَوْحَيْنَا إِلَى نُوحٍ وَالنَّبِيِّينَ مِنْ بَعْدِهِ
“Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu
kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang
setelahnya”. (QS. An-Nisa`:163)
Dan Nabi Adam berkata kepada manusia ketika
mereka meminta syafa’at kepada beliau di padang mahsyar:
وَلَكِنِ ائْتُوْا نُوْحًا
فَإِنَّهُ أَوَّلُ رَسُوْلٍ بَعَثَهُ اللهُ إِلَى أَهْلِ الْأَرْضِ
“Akan tetapi kalian datangilah Nuh, karena
sesungguhnya dia adalah rasul pertama yang Allah utus kepada penduduk bumi”.
[HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik]
Jarak waktu antara Adam dan Nuh adalah 10
abad sebagaimana dalam hadits shohih yang diriwayatkah oleh Ibnu Hibban
(14/69), Al-Hakim (2/262), dan Ath-Thobarony (8/140).
[5]. Seluruh rasul yang diutus, Allah
selamatkan dari percobaan pembunuhan yang dilancarkan oleh kaumnya. Adapun
nabi, ada di antara mereka yang berhasil dibunuh oleh kaumnya, sebagaimana yang
Allah nyatakan dalam surah Al-Baqarah ayat 91:
فَلِمَ تَقْتُلُونَ
أَنْبِيَاءَ اللَّهِ مِنْ قَبْلُ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Mengapa kalian dahulu membunuh nabi-nabi
Allah jika benar kalian orang-orang yang beriman?”.
Juga dalam firman-Nya:
وَيَقْتُلُونَ
النَّبِيِّينَ بِغَيْرِ حَقٍّ
“Mereka membunuh para nabi tanpa haq”. (QS.
Al-Baqarah : 61)
Allah menyebutkan dalam surah-surah yang lain
bahwa yang terbunuh adalah nabi, bukan rasul.
[Sumber: www.al-atsariyyah.com]
CATATAN:
Perbedaan Nabi dan Rasul
Penjelasan Syaikh Shalih Alu Syaikh
hafizhahullah yang di terjemahkan dari buku Syarah Tsalatsatul Ushul, terdapat perbedaan antara seorang nabi dan
rasul, karena tidak semua nabi adalah rasul, namun setiap rasul pasti nabi.
Apa yang membedakan antara Nabi dan Rasul?
Rasul adalah utusan Allah yang mendapatkan
wahyu/risalah atau kitab suci dan diperintahkan untuk menyampaikannya kepada
kaum yang menentang dan mengingkari risalah yang diembannya.
Sedangkan Nabi adalah seorang yang
mendapatkan wahyu untuk menjalankan syari’at bagi dirinya sendiri atau untuk
disampaikan kepada suatu kaum yang tidak mengingkarinya, atau dengan kata lain
kaum tersebut telah menjalankan syariat yang selaras dengan risalahnya. Hal ini
dapat dilihat sebagaimana yang terjadi pada nabi-nabi Bani Israil, ketika para
nabi tersebut wafat maka mereka digantikan oleh seorang nabi yang menyampaikan
risalah kepada kaum Bani Israil yang telah menjalankan syariat nabi sebelumnya
sehingga nabi yang datang kemudian hanya meneruskan syariat yang lalu atau
melengkapi syariat nabi sebelumnya.
Namun terkadang risalah yang diwahyukan
kepada seorang nabi hanya diperuntukkan bagi dirinya sendiri, berdasarkan hal
ini para ulama menjelaskan di antara sebab seorang nabi tidak memiliki pengikut
sebagaimana yang ditunjukkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
أن النبي يأتي يوم
القيامة و ليس معه أحد
“Dan akan datang seorang nabi pada hari
kiamat kelak tanpa seorang pun yang mengikutinya.”
Adalah karena tidak ada seorang pun dari
kaumnya yang menerima seruannya atau karena risalah yang dia terima hanya
diperuntukkan bagi dirinya sendiri.
[Sumber: Konsultasi Syariah]
0 Komentar