Aqidah Islam adalah Aqidah Rabbaniy (berasal dari Allah) yang bersih dari pengaruh penyimpangan dan subyektifitas manusia. Aqidah Islam memiliki karakteristik berikut ini:
- Al Wudhuh wa al Basathah (jelas dan ringan) tidak ada kerancuan di dalamnya seperti yang terjadi pada konsep Trinitas dlsb.
- Sejalan dengan fitrah manusia, tidak akan pernah bertentangan antara aqidah salimah (lurus) dengan fitrah manusia. Firman Allah; "Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu, tidak ada perubahan pada fitrah Allah.." [QS. 30:30]
- Prinsip-prinsip aqidah yang baku, tidak ada penambahan dan perubahan dari siapapun. Firman Allah: "Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan lain selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah ?" [QS. 42:21]
- Dibangun di atas bukti dan dalil, tidak cukup hanya dengan doktrin dan pemaksaan seperti yang ada pada konsep-konsep aqidah lainnya. Aqidah Islam selalu menegakkan bukti kebenaran seperti firman Allah: "Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar." [QS 2:111]
- Al Wasthiyyah (moderat) tidak berlebihan dalam menetapkan keesaan maupun sifat Allah seperti yang terjadi pada pemikiran lain yang mengakibatkan penyerupaan Allah dengan makhluk-Nya. Aqidah Islam menolak fanatisme buta seperti yang terjadi dalam slogan jahiliyah "Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama, dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan mengikuti jejak mereka."
PENGERTIAN MAKRIFATULLAH
Makrifatullah (mengenal Allah) bukanlah mengenali dzat Allah, karena hal ini tidak mungkin terjangkau oleh kapasitas manusia yang terbatas. Sebab bagaimana mungkin manusia yang terbatas ini mengenali sesuatu yang tidak terbatas? Segelas susu yang dibuat seseorang tidak akan pernah mengetahui seperti apakah orang yang telah membuatnya menjadi segelas susu.
Menurut Ibn Al Qayyim: "Makrifatullah yang dimaksudkan oleh ahlul ma'rifah (orang-orang yang mengenali Allah) adalah ilmu yang membuat seseorang melakukan apa yang menjadi kewajiban bagi dirinya dan konsekuensi pengenalannya."
Menurut Ibn Al Qayyim: "Makrifatullah yang dimaksudkan oleh ahlul ma'rifah (orang-orang yang mengenali Allah) adalah ilmu yang membuat seseorang melakukan apa yang menjadi kewajiban bagi dirinya dan konsekuensi pengenalannya."
Makrifatullah tidak dimaknai dengan arti harfiah semata, namun ma'riaftullah dimaknai dengan pengenalan terhadap jalan yang mengantarkan manusia dekat dengan Allah, mengenalkan rintangan dan gangguan yang ada dalam perjalanan mendekatkan diri kepada Allah.
CIRI-CIRI DALAM MAKRIFATULLAH
Seseorang dianggap mak'rifatullah (mengenal Allah) jika ia telah mengenali
1. Asma (nama) Allah
2. Sifat Allah, dan
3. Af'al (perbuatan) Allah yang terlihat dalam ciptaan dan tersebar dalam kehidupan alam ini.
Kemudian dengan bekal pengetahuan itu, ia menunjukkan pula prilaku seperti berikut:
1. Asma (nama) Allah
2. Sifat Allah, dan
3. Af'al (perbuatan) Allah yang terlihat dalam ciptaan dan tersebar dalam kehidupan alam ini.
Kemudian dengan bekal pengetahuan itu, ia menunjukkan pula prilaku seperti berikut:
- Sikap shidq (benar) dalam bermu'amalah (bekerja) dengan Allah,
- Ikhlas dalam niatan dan tujuan hidup yakni hanya karena Allah,
- Pembersihan diri dari akhlak-akhlak tercela dan kotoran-kotoran jiwa yang membuatnya bertentangan dengan kehendak Allah SWT,
- Sabar dan menerima pemberlakuan hukum, aturan, atau ketetepan Allah atas dirinya,
- Berda'wah, mengajak orang lain mengikuti kebenaran ajaran Allah,
- Membersihkan da'wahnya dari pengaruh perasaan, logika dan subyektifitas siapapun. Ia hanya menyerukan ajaran agama seperti yang pernah diajarkan Rasulullah SAW.
Figur teladan dalam makrifatullah ini adalah Rasulullah SAW. Dialah orang yang paling utama dalam mengenali Allah SWT. Sabda Nabi: "Akuah orang yang paling mengenal Allah dan yang paling takut kepada-Nya!" [HR Al Bukahriy dan Muslim]
Hadits ini Nabi ucapkan sebagai jawaban dari pernyataan tiga orang yang ingin mendekatkan diri kepada Allah dengan keinginan dan perasaannya sendiri.
Tingkatan berikut setelah Nabi adalah para ulama amilun (ulama yang mengamalkan ilmunya). Firman Allah: "Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama." [QS. 35:28]
Orang yang mengenali Allah dengan benar adalah orang yang mampu mewarnai hidupnya dengan segala macam bentuk ibadah. Kita akan mendapatinya sebagai orang yang rajin shalat, dan pada saat lain kita dapati ia senantiasa berdzikir, tilawah, mengajar, mujahid, melayani masyarkat, dermawan, dlsb. Tidak ada ruang dan waktu untuk ibadah kepada Allah, kecuali dia ada di sana. Dan tidak ada ruang dan waktu di mana berlaku atasnya larangan Allah kecuali ia menjauhinya.
Ada sebagian ulama yang mengatakan: "Duduk di sisi orang yang mengenali Allah (makrifatullah) akan mengajak kita kepada enam hal dan berpaling dari enam hal, yaitu: dari ragu menjadi yakin, dari riya menjadi ikhlas, dari ghaflah (lalai) menjadi ingat, dari cinta dunia menjadi cinta akhirat, dari sombong menjadi tawadhu' (randah hati), dari buruk hati menjadi nasehat."
Tingkatan berikut setelah Nabi adalah para ulama amilun (ulama yang mengamalkan ilmunya). Firman Allah: "Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama." [QS. 35:28]
Orang yang mengenali Allah dengan benar adalah orang yang mampu mewarnai hidupnya dengan segala macam bentuk ibadah. Kita akan mendapatinya sebagai orang yang rajin shalat, dan pada saat lain kita dapati ia senantiasa berdzikir, tilawah, mengajar, mujahid, melayani masyarkat, dermawan, dlsb. Tidak ada ruang dan waktu untuk ibadah kepada Allah, kecuali dia ada di sana. Dan tidak ada ruang dan waktu di mana berlaku atasnya larangan Allah kecuali ia menjauhinya.
Ada sebagian ulama yang mengatakan: "Duduk di sisi orang yang mengenali Allah (makrifatullah) akan mengajak kita kepada enam hal dan berpaling dari enam hal, yaitu: dari ragu menjadi yakin, dari riya menjadi ikhlas, dari ghaflah (lalai) menjadi ingat, dari cinta dunia menjadi cinta akhirat, dari sombong menjadi tawadhu' (randah hati), dari buruk hati menjadi nasehat."
URGENSI MAKRIFATULLAH
- Makrifatullah adalah puncak kesadaran yang akan menentukan perjalanan hidup manusia selanjutnya. Karena makrifatullah akan menjelaskan tujuan hidup manusia yang sesungguhnya. Firman Allah: "Ketiadaan makrifatullah membuat banyak orang hidup tanpa tujuan yang jelas, bahkan menjalani hidupnya sebagaimana makhluk hidup lain (binatang ternak). [QS.47:12]
- Makrifatullah adalah asas (landasan) perjalanan ruhiyyah (spiritual) manusia secara keseluruhan. Seorang yang mengenali Allah akan merasakan kehidupan yang lapang. Ia hidup dalam rentangan panjang antara bersyukur dan bersabar. Sabda Nabi: "Amat mengherankan urusan seorang mukmin itu, dan tidak terdapat pada siapapun selain mukmin, jika ditimpa musibah ia bersabar, dan jika diberi karunia ia bersyukur" [HR.Muslim]. Orang yang mengenali Allah akan selalu berusaha dan bekerja untuk mendapatkan ridha Allah, tidak untuk memuaskan nafsu dan keinginan syahwatnya.
- Dari Makrifatullah inilah manusia terdorong untuk mengenali para nabi dan rasul, untuk mempelajari cara terbaik mendekatkan diri kepada Allah. Karena para Nabi dan Rasul-lah orang-orang yang diakui sangat mengenal dan dekat dengan Allah.
- Dari Makrifatullah ini pula manusia akan mengenali kehidupan di luar alam materi, seperti Malaikat, jin dan ruh.
- Dari Makrifatullah inilah manusia mengetahui perjalanan hidupnya, dan bahkan akhir dari kehidupan ini menuju kepada kehidupan Barzahiyyah (alam kubur) dan kehidupan akhirat.
SARANA MAKRIFATULLAH
Sarana yang mengantarkan seseorang pada makrifatullah adalah:
a. Akal sehat
Akal sehat yang merenungkan ciptaan Allah. Banyak sekali ayat-ayat Al Qur'an yang menjelaskan pengaruh perenungan makhluk (ciptaan) terhadap pengenalan al Khaliq (pencipta) seperti firman Allah: "Katakanlah " Perhatikanlah apa yang ada di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman." [QS.10:101] atau [QS.3:190-191]
Sabda Nabi : "Berfikirlah tentang ciptaan Allah dan janganlah kamu berfikir tentang Allah, karena kamu tidak akan mampu." [HR. Abu Nu'aim]
b. Para Rasul
Para Rasul yang membawa kitab-kitab yang berisi penjelasan sejelas-jelasnya tentang makrifatullah dan konsekuensi-konsekuensinya. Mereka inilah yang diakui sebagai orang yang paling mengenali Allah. Firman Allah: "Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan ) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan." [QS. 57:25]
c. Asma dan Sifat Allah
c. Asma dan Sifat Allah
Mengenali Asma'ul Husna (nama) dan sifat Allah disertai dengan perenungan makna dan pengaruhnya bagi kehidupan ini menjadi jalan untuk mengenali Allah. Cara inilah yang telah Allah gunakan untuk memperkenalkan diri kepada makhluk-Nya. Dengan asma dan sifat ini terbuka jendela bagi manusia untuk mengenali Allah lebih dekat lagi. Asma dan sifat Allah akan menggerakkan dan membuka hati manusia untuk menyaksikan dengan seksama pancaran cahaya Allah. Firman Allah: "Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asma' al husna (nama-nama yang terbaik) [QS. 17:110]
Asma' al husna inilah yang Allah perintahkan pada kita untuk menggunakannya dalam berdoa. Firman Allah: "Hanya milik Allah asma al husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma al husna itu." [QS. 7:180]
Inilah sarana efektif yang Allah ajarkan kepada umat manusia untuk mengenali Allah SWT atau makrifatullah. Dan makrifatullah ini tidak akan wujud sebelum seseorang mampu menegakkan tiga tingkatan tauhid, yaitu: tauhid rububiyyah, tauhid asma (dan sifat) - kedua tauhid ini sering disebut dengan tauhid al ma'rifah wa al itsbat atau mengenal dan menetapkan - dan tauhid uluhiyyah yang merupakan tauhid thalab (perintah) yang harus dilaksanakan.
Inilah sarana efektif yang Allah ajarkan kepada umat manusia untuk mengenali Allah SWT atau makrifatullah. Dan makrifatullah ini tidak akan wujud sebelum seseorang mampu menegakkan tiga tingkatan tauhid, yaitu: tauhid rububiyyah, tauhid asma (dan sifat) - kedua tauhid ini sering disebut dengan tauhid al ma'rifah wa al itsbat atau mengenal dan menetapkan - dan tauhid uluhiyyah yang merupakan tauhid thalab (perintah) yang harus dilaksanakan.
Semoga bermanfaat!
0 Komentar